Senin, 28 September 2015



A.      ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSULISME.
1.      Pengertian Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Eksistensialisme adalah salah satu pendatang barU dalam dunia filsafat. Eksistensialisme hampir sepenuhnya merupakan produk abad XX. Kata "eksistensi" menurut Save M. Dagun, berasal dari bahasa Latin yaitu "Existere ", kata "Ex" yang berarti keluar dan kata "Sitere" yang berarti membuat berdiri. Jadi eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa saja yang dialami. Lebih lanjut Titus  menjelaskan bahwa eksistensialisme adalah aliran filsafat yang melukiskan dan mendiagnosa kedudukan manusia yang sulit. Titik sentralnya adalah manusia Menem Eksistensialise, hakekat manusia terletak dalam eksistensi dan aktivitasnya..[1] Menurut Heideggard eksistensi barasal dari kata "Das wesen das desains liegh in seiner Existentz" kata da-sein tersusun dari dad an sain. Kata "da" yang berarti disana, dan kata "sein" berarti berada. Yang berarti manusia sadar dengan tempatnya. Sedangkan menurut Parkay aliran eksistensialisme terbagi menjadi dua yaitu bersifat theistik (bertuhan) dan atheis. Dalam aliran eksistensialisme ada dua jenis filsafat trad;sional yaitu filsafat spekulatif (yang menyatakan bahwa pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu, dan filsafat skeptif (yang menyatakan bahwa semua pengalaman adalah palsu tidak ada sesuatu yang dapat kita kenal dari realita, menurut mereka metafisika adalah sementara). Dari pemyataan diatas eksistensialisme merupakan yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metodologi fenomenologi (cara manusia berada).
Eksistensialisme juga merupakan suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme terhadap manusia adalah manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi, dan manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Sedangkan pandangan manusia menurut idealisme manusia hanya sebagai subyek atau hanya sebagai suatu kesadaran. Eksistensialisme beryakinan bahwa paparan manusia harus dipangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongrit.[2] Menurut Callahan filsafat pendidikan Eksistensialisme berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.[3] Jadi dari uraian diatas eksistensialisme adalah aliran yang berpendirian (pada umumnya) bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongrit, yaitu manusia sebagai existensi itu mendahului essensi.[4] Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logic atau tidak ilmiyah. Eksistensialisme menolak bentuk kernutlakan rasional.[5]
Paham eksistensisialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun demikian, pandangan- pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan sehingga mereka dapat dikatakan filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut dikemukakan oleh Harun Hadiwijono sebagai berikut:
a.       Motif pokok ialah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara khas manusia berada.
b.      Bereksistensi harus diartikan secara dinamis.
c.       Dalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka
d.      Filsafat eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongret, pengalaman yang eksistensial.
Berbicara tentang nilai, eksistensialisme menekankan kebebasan terhadap tindakan. Tetapi seseorang harus mampu menciptakan tujuannya. Apabila seseorang menerima tujuan kelompok, ia harus menjadikan tujuan tersebut menjadi miliknya. Dengan ketentuan bahwa setiap situasi tujuan tersebut merupakan tujuan yang harus dicapai. Jadi tujuan itu diperoleh dalam situasi. [6]
Dari sekian banyak pengertian diatas garis besar aliran eksistensialisme ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, kenyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasaan jalan untuk mencapai keinginan hidupnya. Titik sentralnya manusia itu sendiri.
2.      Ciri-ciri Utama Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme mempunyai ciri-ciri utama antara lain sebagai berikut:
a.       Penolakan untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu.
b.      Tidak mengakui adekuasi sistem filsafat dan ajaran keyakinan (agama)
c.       Sangat tidak puas dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademis dan jauh dari kehidupan.
Individualisme adalah pilar sentral dari eksistensialisme. Kaum eksistensialis tidak mengakui sesuatu itu sebagai bagian dari tujuan alam rays ini. Hanya manusia, yang individual yang mempunyai tujuan.[7]
3.      Sejarah Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Istilah Eksistensialisme pertarna kali dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger pada tahun 1889-1976. Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metode fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel pada tahun 1859-1938. Munculnya eksistensialisme berawal dari filsafat Kiekegaard dan Neitchze.[8] Kiekegaard yang merupakan tokoh pembuka tabir gerakan eksistensialisme yang diwarnai dengan corak pemikirannya dengan teologi. Nuansa teologinya muncul ketika ia mengatakan bahwa setiap pribadi membawa kepenuhan eksistensi manusiawinya[9] Kiekegaard filsafat Jerman dalam filsafatnya untuk menjawab pertanyaan "bagaimana aku menjadi seorang individu? apa itu kehidupan manusia?, apa tujuan dari kegiatan manusia? Bagaiman kita menyatakan keberadapan manusia? Pokok pemikirannya dicurahkan kepada pemecahan yang kongret terhadap persoalan arti "berada" mengenai manusia. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualisnya). Sedangkan menurut Neitchze filusuf Jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawap pertanyaan "bagaimana caranya menjadi manusia yang unggul" jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani[10] Tokoh-tokoh lainnya yang terkenal diantaranya Martin Buber, Martin Heideger, Jean Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marsel, Paul Tillich.

4.      Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Eksistensiatisme.
Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Eksistensialisme adalah sebagai berikut:
Ø  Aliran ini tidak mementingkan metafisika (Tuhan).
Ø  Kebenaran lebih bersifat eksistensial daripada proporsional atau faktual.
Ø  Aliran ini memandang individu dalam keadaan tunggal selama hidupnya dan individu hanya mengenai dirinya dalam interaksi dirinya sendiri dalam kehidupan.
Ø  Jiwa aliran ini mengutamakan manusia, memperkembangkan eksistensi pribadinya atas alasan bahwa manusia akan mati.[11]


5.      Tokoh-tokoh Aliran Filsafat Eksistensialisme.
a.       Gabriel Marcel (1889 – 1978)
Bagi Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas dan tidak pernah dapat dijadikan objektivitas. Yang khas bagi eksistensi adalah saya (sebagai subjek) tidak menyadari situasi saya itu. Artinya, saya tidak menginsyafi apa artinya eksistensi saya itu dalam dunia ini.
b.      Jean-Paul Sartre (1905-1980)
Titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali cogito (kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri). Hal ini dirumuskan oleh Sartre demikian: Kesadaran adalah kesadaran diri, tetapi kesadaran akan diri ini tidak sama dengan pengalaman tentang dirinya. Cogito bukanlah pengenalan diri melainkan kehadiran kepada dirinya secara non-tematis. Jadi ada perbedaan antara kesadaran tematis (kesadaran akan sesuatu) dan kesadaran non-tematis (kesadaran akan dirinya). Kesadaran akan dirinya membonceng pada kesadaran akan dunia. Jadi kesadaran atau cogito ini menunjuk pada suatu relasi Ada. Kesadaran adalah kehadirian (pada) dirinya. Kehadiran (pada) dirinya ini merupakan syarat yang perlu dan mencukupi untuk kesadaran. Kita tidak perlu membutuhkan suatu Subyek Transendental atau Aku Absolut sebagaimana diajarkan idealisme.[12]
c.       Kiekegaard.
Menurut Kiekegaard Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan irasioanl. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan hidun yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah  yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak dan spekulatif. Atas pandangan sikap di kalangan kaum eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk freedom do adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap perbuatannya.[13]

6.      Implementasi Aliran Filsafat Eksistensialisme terhadap Pendidikan
Pandangan tentang pendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morris dalam Existensialisme and Education, bahwa "Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk" oleh sebab itu eksistensialisme dalam hat ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang.[14]
Menurut eksistensialisme, pengetahuan kita tergantung kepada interprestasi tentang realitas. Pengetahuan yang diberikan di sekolah bukan merupakan alat untuk memperoleh pekedaan atau karier anak, melainkan pengetahuan itu dapat dijadikan alat perkembangan dan alat pemenuhan diri ini merupakan teori pengetahuan dan kebenaran eksistensialisme yang dikemukakan oleh Kneller.[15]
Implementasi aliran eksistensialisme tehadap pendidikan antara lain sebagai berikut:
Ø  Aliran ini mengutamakan perorangan/ individu.
Ø  Memandang individu dalam keadaan tunggal selama hidupnya.
Ø  Aliran filsafat ini percaya akan kemampuan ilmu untuk memecahkan semua persoalannya.
Ø  Aliran ini memabatasi murid-murinya dengan buku-buku yang ditetapkan saja.[16]
Ø  Aliran ini tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk.[17]
Sedangkan pandangan dalam filsafat islam antara lain sebagai berikut:
Ø  Dalam bidang pendidikan eksistensialisme menekankan agar masing individu diberi kebebasan mengembangkan potensinya secara maksimal tanpa adabatas (mutlak).
Ø  Prinsip kebebasan islam justru mengantarkan manusia dekat dengan tuhan.
Ø  Manusia tidak meminta tolong pada dirinya sendiri saja tetapi juga dengan kekuasaan Allah.
Ø  Kebebasan yang diberikan Islam pada manusia bukan kebebasan absolut, melainkan kebebasan yang tetap pada koridor illahi dan dipimpin oleh kebenan nilai-nilai agama.
Ø  Sebagai hamba Allah, manusia dituntut untuk selalu mengarahkan aktivitas kehidupannya pada pengabdian kepada Allah SWT dan sebagai kholifah Allah Fi AI-Ardh.[18]

B.       KONSEP TUJUAN DALAM PENDIDIKAN.
1.      Pengertian tujuan pendidikan.
Secara sederhana, tujuan dalam bahasa. Inggris yaitu "goals, aims" dan dalam bahasa arab yaitu "Qoshid' yang mengandung pengertian arah atau maksud yang hendak dicapai lewat upaya atau aktivitas. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi terarah dan bermakna. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi terarah dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi terarah dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktifitas manusia akan kabur dan terombang ambing. Dengan demikian, seluruh karya dan karsa manusia, harus memiliki orientasi tertentu.[19] Tujuan Pendidikan adalah hat pertama dan terpenting bila kita merancang, membuat program, serta mengevaluasi pendidikan. Program pendidikan 100% ditentukan oleh rumusan tujuan. Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran umum manusia terbaik menurut prang tertentu.[20] Menurut John Dewey menyebutkan 3 kriteria tentang tujuan yang baik antara lain:
a.       Tujuan yang telah ada mestinya menciptakan perkembangan lebih baik daripada kondisi-kondisi yang telah ada sebelumnya.
b.      Tujuan itu harus bersifat fleksibel.
c.       Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktivitasnya.[21]
Dalam proses kependidikan, tujuan akhir merupakan tujuan umum atau tujuan tertinggi yang hendak dicapai. Tujuan itu mengingat kompleksitasnya secara teoritis dapat dibedakan menjadi:
a)      Tujuan Normatif yaitu tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah- kaidah (norma-norma).
b)      Tujuan Fungsional, bersasaran pada kemampuana anak didik untuk mernfungsionalkan kognitif, afektif, dan psikomotor.
c)      Tujuan Operasioanl, mempunyai teknis manajerial.[22]

2.      Tujuan pendidikan Islam
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a)      Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.
b)      Sifat dasar manusia.
c)      Tuntutan masyarakat dan dinamika peradapan kemanusiaan.
d)     Dimensi-dimensi kehidupan ideal masyarakat.
Secara praktis, menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran yaitu: (1) membentuk akhlak yang mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia akhirat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya (4) menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik (5) mempersiapkan tenaga profesioanal yang terampil.
Dari rumusan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada pribadi peserta didik sebagai insan al-kamil.[23]
Aspek-aspek Tujuan Pendidikan Islam.
Dalam berkaitan dengan pendidikan Islam, perumusan tujuan pendidikan harus berorientasi pada 4 aspek yaitu:
Ø  Berorientasi pada tujuan dan tugas pokok manusia.
Ø  Berorientasi pada sifat dasar (nature) manusia.
Ø  Berorientasi pada tuntutan masyarakat dan zaman.
Ø  Orientasi kehidupan ideal Islami.
Secara eksplisit, pengembangan aspek-aspek tersebut, dapat dideskripsikan sebagai: (1) Tujuan Jasmaniah (Ahdaf Al-Jismiyyat) (2) Tujuan Rohaniyah (Ahdaf Al-Ruhiyyat) (3) Tujuan Rohaniyah (AhdafAl-Aqliyat).[24]
Menurut Oemar Hamalik mengemukakan pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik yang mengcakup pengetahuan (kognitil) sikap (efektif) keterampilan (skill) perilaku hasil tindakan, serta pengalaman exploratis (pengalaman lapangan).[25]

C.      KONSEP ALIRAN FLSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TUJUAN DALAM PENDIDIKAN
Eksistensialisme menjadi tonggak penting perkembangan pendidikan. Manusia adalah subjek bagi kehidupan, maka tidak boleh direduksi menjadi sekrup dalam mesin ilmu pengetahuan dan teknologi. Eksistensialisme memberikan pencerahan bahwa pendidikan tidak semestinya membelenggu manusia. Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi bahwa hal yang ada kesejalanan dengan acuan filosofis strategi Pendidikan nasional bahwa pendidikan nasional perlu memiliki karakteristik yang (a) mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan dan peradaban; (b) mendukung dimenasi nilai keunggulan; (c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan dan keagaman; (d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan ndai-niiai moral.[26] Inti dari ajaran aliran filsafat ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului essensi kita masing-masing. Kaum eksistensi menolak filsafat-filsafat tradisional dan menolak eksistensi keberadaan ihwal metafisika, epistimologi, dan etika. Setiap individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu benar, salah, indah, jelek. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi personal yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri. Manusia adalah essensi dirinya. Kaum eksistensialisme menganjurkan bahwa pendidikan sebagai cars membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangun nalar.[27]
Menurut Power, Uyoh Sadulloh mengetriukakan implikasi pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan adalah mendorong individu mengembangkan potensi untuk pemenuhan diri.[28] Dalam referensi lain pandangan eksistensialisme tentang teori pendidikan yaitu tujuan pendidikan adalah siswa mengembangkan potensinya masing-masing untuk mencari jati dirinya.[29] Selain itu juga filsafat eksistensi dalam Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kesadaran individu, memberi kesempatan untuk bebas memilih etika, mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, dan mengembangkan komitmen diri.[30]

Dari uraian di atas saya menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri serta mengembangkan kemampuan peserta didik yang mencakup pengetahuan (kognitif) sikap, (efektif) keterampilan (skill) perilaku hasil tindakan, serta pengalaman exploratis (pengalaman lapangan). Sedangkan filsafat eksistensialisme merupakan suatu filsafat yang mendesripsikan bahwa Individualisme adalah pilar central dalam filsafat ini. Jadi implikasi pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan adalah memberikan pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan dalam hal ini setiap individu mempunyai eksistensi untuk dirinya supaya mengembangkan potensi dalam dirinya.