A. ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
EKSISTENSULISME.
1. Pengertian Aliran Filsafat
Eksistensialisme.
Eksistensialisme adalah salah satu pendatang barU dalam
dunia filsafat. Eksistensialisme hampir sepenuhnya merupakan produk abad XX.
Kata "eksistensi" menurut Save M. Dagun, berasal dari bahasa Latin
yaitu "Existere ", kata "Ex" yang berarti
keluar dan kata "Sitere" yang berarti membuat berdiri.
Jadi eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa
saja yang dialami. Lebih lanjut Titus menjelaskan bahwa
eksistensialisme adalah aliran filsafat yang melukiskan dan mendiagnosa
kedudukan manusia yang sulit. Titik sentralnya adalah manusia Menem
Eksistensialise, hakekat manusia terletak dalam eksistensi dan aktivitasnya..[1]
Menurut Heideggard eksistensi barasal dari kata "Das wesen das desains
liegh in seiner Existentz" kata da-sein tersusun dari dad an
sain. Kata "da" yang berarti disana, dan kata "sein"
berarti berada. Yang berarti manusia sadar dengan tempatnya.
Sedangkan menurut Parkay aliran eksistensialisme terbagi menjadi dua yaitu
bersifat theistik (bertuhan) dan atheis. Dalam aliran eksistensialisme ada dua
jenis filsafat trad;sional yaitu filsafat spekulatif (yang menyatakan bahwa
pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu, dan filsafat skeptif (yang
menyatakan bahwa semua pengalaman adalah palsu tidak ada sesuatu yang dapat
kita kenal dari realita, menurut mereka metafisika adalah sementara). Dari
pemyataan diatas eksistensialisme merupakan yang secara khusus mendeskripsikan
eksistensi dan pengalaman manusia dengan metodologi fenomenologi (cara manusia
berada).
Eksistensialisme juga merupakan suatu reaksi terhadap
materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme terhadap manusia adalah
manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi, dan manusia adalah
sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Sedangkan pandangan manusia menurut
idealisme manusia hanya sebagai subyek atau hanya sebagai suatu kesadaran.
Eksistensialisme beryakinan bahwa paparan manusia harus dipangkalkan
eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang
kongrit.[2]
Menurut Callahan filsafat pendidikan Eksistensialisme berpendapat bahwa
kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu
sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi
terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu
ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.[3]
Jadi dari uraian diatas eksistensialisme adalah aliran yang berpendirian (pada
umumnya) bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongrit,
yaitu manusia sebagai existensi itu mendahului essensi.[4]
Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak,
tidak logic atau tidak ilmiyah. Eksistensialisme menolak bentuk
kernutlakan rasional.[5]
Paham eksistensisialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri
dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun demikian, pandangan-
pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan sehingga mereka dapat dikatakan
filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut dikemukakan oleh Harun
Hadiwijono sebagai berikut:
a.
Motif pokok ialah apa yang disebut
eksistensi, yaitu cara khas manusia berada.
b. Bereksistensi harus diartikan secara
dinamis.
c.
Dalam filsafat eksistensialisme
manusia dipandang sebagai terbuka
d.
Filsafat eksistensialisme memberi
tekanan kepada pengalaman yang kongret, pengalaman yang eksistensial.
Berbicara tentang nilai, eksistensialisme menekankan
kebebasan terhadap tindakan. Tetapi seseorang harus mampu menciptakan
tujuannya. Apabila seseorang menerima tujuan kelompok, ia harus menjadikan
tujuan tersebut menjadi miliknya. Dengan ketentuan bahwa setiap situasi tujuan
tersebut merupakan tujuan yang harus dicapai. Jadi tujuan itu diperoleh dalam
situasi. [6]
Dari sekian banyak pengertian diatas garis besar aliran
eksistensialisme ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu dimulai dari pengalaman
pribadi, kenyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasaan
jalan untuk mencapai keinginan hidupnya. Titik sentralnya manusia itu sendiri.
2. Ciri-ciri Utama Aliran Filsafat
Eksistensialisme.
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme mempunyai ciri-ciri
utama antara lain sebagai berikut:
a.
Penolakan untuk dimasukkan dalam
aliran filsafat tertentu.
b.
Tidak mengakui adekuasi sistem
filsafat dan ajaran keyakinan (agama)
c.
Sangat tidak puas dengan sistem
filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademis dan jauh dari kehidupan.
Individualisme adalah pilar sentral dari eksistensialisme.
Kaum eksistensialis tidak mengakui sesuatu itu sebagai bagian dari tujuan alam
rays ini. Hanya manusia, yang individual yang mempunyai tujuan.[7]
3. Sejarah Aliran Filsafat
Eksistensialisme.
Istilah Eksistensialisme pertarna kali dikemukakan oleh ahli
filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger pada tahun 1889-1976. Eksistensialisme
adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metode fenomologi
yang dikembangkan oleh Hussel pada tahun 1859-1938. Munculnya eksistensialisme
berawal dari filsafat Kiekegaard dan Neitchze.[8]
Kiekegaard yang merupakan tokoh pembuka tabir gerakan eksistensialisme yang
diwarnai dengan corak pemikirannya dengan teologi. Nuansa teologinya muncul
ketika ia mengatakan bahwa setiap pribadi membawa kepenuhan eksistensi
manusiawinya[9]
Kiekegaard filsafat Jerman dalam filsafatnya untuk menjawab pertanyaan
"bagaimana aku menjadi seorang individu? apa itu kehidupan manusia?, apa
tujuan dari kegiatan manusia? Bagaiman kita menyatakan keberadapan manusia?
Pokok pemikirannya dicurahkan kepada pemecahan yang kongret terhadap persoalan
arti "berada" mengenai manusia. Hal ini terjadi karena pada saat itu
terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualisnya). Sedangkan
menurut Neitchze filusuf Jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawap
pertanyaan "bagaimana caranya menjadi manusia yang unggul" jawabannya
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri
secara jujur dan berani[10]
Tokoh-tokoh lainnya yang terkenal diantaranya Martin Buber, Martin Heideger,
Jean Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marsel, Paul Tillich.
4. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat
Eksistensiatisme.
Prinsip-prinsip
Aliran Filsafat Eksistensialisme adalah sebagai berikut:
Ø Aliran ini tidak mementingkan
metafisika (Tuhan).
Ø Kebenaran
lebih bersifat eksistensial daripada proporsional atau faktual.
Ø Aliran
ini memandang individu dalam keadaan tunggal selama hidupnya dan individu hanya
mengenai dirinya dalam interaksi dirinya sendiri dalam kehidupan.
Ø Jiwa
aliran ini mengutamakan manusia, memperkembangkan eksistensi pribadinya atas
alasan bahwa manusia akan mati.[11]
5. Tokoh-tokoh Aliran Filsafat
Eksistensialisme.
a.
Gabriel Marcel (1889 – 1978)
Bagi Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas dan tidak
pernah dapat dijadikan objektivitas. Yang khas bagi eksistensi adalah saya
(sebagai subjek) tidak menyadari situasi saya itu. Artinya, saya tidak menginsyafi
apa artinya eksistensi saya itu dalam dunia ini.
b. Jean-Paul Sartre (1905-1980)
Titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali cogito (kesadaran
yang saya miliki tentang diri saya sendiri). Hal ini dirumuskan oleh Sartre
demikian: Kesadaran adalah kesadaran diri, tetapi kesadaran akan diri ini tidak
sama dengan pengalaman tentang dirinya. Cogito bukanlah pengenalan diri
melainkan kehadiran kepada dirinya secara non-tematis. Jadi ada perbedaan
antara kesadaran tematis (kesadaran akan sesuatu) dan kesadaran non-tematis
(kesadaran akan dirinya). Kesadaran akan dirinya membonceng pada kesadaran akan
dunia. Jadi kesadaran atau cogito ini menunjuk pada suatu relasi Ada. Kesadaran
adalah kehadirian (pada) dirinya. Kehadiran (pada) dirinya ini merupakan syarat
yang perlu dan mencukupi untuk kesadaran. Kita tidak perlu membutuhkan suatu
Subyek Transendental atau Aku Absolut sebagaimana diajarkan idealisme.[12]
c.
Kiekegaard.
Menurut Kiekegaard Eksistensialisme adalah suatu penolakan
terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah.
Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan irasioanl. Dengan demikian
aliran ini hendak memadukan hidun yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi
sejarah yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya
abstrak dan spekulatif. Atas pandangan sikap di kalangan kaum eksistensialisme
atau penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma
umum. Kebebasan untuk freedom do adalah lebih banyak menjadi ukuran
dalam sikap perbuatannya.[13]
6. Implementasi Aliran Filsafat
Eksistensialisme terhadap Pendidikan
Pandangan tentang pendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve
Morris dalam Existensialisme and Education, bahwa "Eksistensialisme
tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk"
oleh sebab itu eksistensialisme dalam hat ini menolak bentuk-bentuk pendidikan
sebagaimana yang ada sekarang.[14]
Menurut eksistensialisme, pengetahuan kita tergantung kepada
interprestasi tentang realitas. Pengetahuan yang diberikan di sekolah bukan
merupakan alat untuk memperoleh pekedaan atau karier anak, melainkan
pengetahuan itu dapat dijadikan alat perkembangan dan alat pemenuhan diri ini
merupakan teori pengetahuan dan kebenaran eksistensialisme yang dikemukakan
oleh Kneller.[15]
Implementasi aliran eksistensialisme tehadap pendidikan
antara lain sebagai berikut:
Ø Aliran ini mengutamakan perorangan/
individu.
Ø Memandang individu dalam keadaan
tunggal selama hidupnya.
Ø Aliran
filsafat ini percaya akan kemampuan ilmu untuk memecahkan semua persoalannya.
Sedangkan pandangan dalam filsafat islam antara lain sebagai
berikut:
Ø Dalam
bidang pendidikan eksistensialisme menekankan agar masing individu diberi
kebebasan mengembangkan potensinya secara maksimal tanpa adabatas (mutlak).
Ø Prinsip
kebebasan islam justru mengantarkan manusia dekat dengan tuhan.
Ø Manusia
tidak meminta tolong pada dirinya sendiri saja tetapi juga dengan kekuasaan
Allah.
Ø Kebebasan
yang diberikan Islam pada manusia bukan kebebasan absolut, melainkan kebebasan
yang tetap pada koridor illahi dan dipimpin oleh kebenan nilai-nilai agama.
Ø Sebagai
hamba Allah, manusia dituntut untuk selalu mengarahkan aktivitas kehidupannya
pada pengabdian kepada Allah SWT dan sebagai kholifah Allah Fi AI-Ardh.[18]
B.
KONSEP TUJUAN DALAM PENDIDIKAN.
1. Pengertian tujuan pendidikan.
Secara sederhana, tujuan dalam bahasa. Inggris yaitu "goals,
aims" dan dalam bahasa arab yaitu "Qoshid' yang mengandung
pengertian arah atau maksud yang hendak dicapai lewat upaya atau aktivitas.
Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi terarah dan
bermakna. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi
terarah dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi
terarah dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktifitas manusia akan kabur dan
terombang ambing. Dengan demikian, seluruh karya dan karsa manusia, harus
memiliki orientasi tertentu.[19]
Tujuan Pendidikan adalah hat pertama dan terpenting bila kita merancang,
membuat program, serta mengevaluasi pendidikan. Program pendidikan 100%
ditentukan oleh rumusan tujuan. Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran
umum manusia terbaik menurut prang tertentu.[20]
Menurut John Dewey menyebutkan 3 kriteria tentang tujuan yang baik antara lain:
a.
Tujuan yang telah ada mestinya
menciptakan perkembangan lebih baik daripada kondisi-kondisi yang telah ada
sebelumnya.
b.
Tujuan itu harus bersifat fleksibel.
Dalam proses kependidikan, tujuan akhir merupakan tujuan
umum atau tujuan tertinggi yang hendak dicapai. Tujuan itu mengingat
kompleksitasnya secara teoritis dapat dibedakan menjadi:
a)
Tujuan Normatif yaitu tujuan yang
harus dicapai berdasarkan kaidah- kaidah (norma-norma).
b)
Tujuan Fungsional, bersasaran pada
kemampuana anak didik untuk mernfungsionalkan kognitif, afektif, dan
psikomotor.
2. Tujuan pendidikan Islam
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a)
Tujuan dan tugas manusia dimuka
bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.
b)
Sifat dasar manusia.
c)
Tuntutan masyarakat dan dinamika
peradapan kemanusiaan.
d)
Dimensi-dimensi kehidupan ideal
masyarakat.
Secara praktis, menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi,
menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran yaitu: (1)
membentuk akhlak yang mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia akhirat (3)
persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya (4)
menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik (5) mempersiapkan tenaga
profesioanal yang terampil.
Dari rumusan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan
Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara
maksimal dan bermuara pada pribadi peserta didik sebagai insan al-kamil.[23]
Aspek-aspek Tujuan Pendidikan Islam.
Dalam berkaitan dengan pendidikan Islam, perumusan tujuan
pendidikan harus berorientasi pada 4 aspek yaitu:
Ø Berorientasi pada tujuan dan tugas
pokok manusia.
Ø Berorientasi pada sifat dasar (nature)
manusia.
Ø Berorientasi pada tuntutan
masyarakat dan zaman.
Ø Orientasi kehidupan ideal Islami.
Secara eksplisit, pengembangan aspek-aspek tersebut, dapat
dideskripsikan sebagai: (1) Tujuan Jasmaniah (Ahdaf Al-Jismiyyat) (2) Tujuan
Rohaniyah (Ahdaf Al-Ruhiyyat) (3) Tujuan Rohaniyah (AhdafAl-Aqliyat).[24]
Menurut Oemar Hamalik mengemukakan pendidikan bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik yang mengcakup pengetahuan (kognitil)
sikap (efektif) keterampilan (skill) perilaku hasil tindakan, serta pengalaman
exploratis (pengalaman lapangan).[25]
C.
KONSEP ALIRAN FLSAFAT PENDIDIKAN
EKSISTENSIALISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TUJUAN DALAM PENDIDIKAN
Eksistensialisme menjadi tonggak penting perkembangan
pendidikan. Manusia adalah subjek bagi kehidupan, maka tidak boleh direduksi
menjadi sekrup dalam mesin ilmu pengetahuan dan teknologi. Eksistensialisme
memberikan pencerahan bahwa pendidikan tidak semestinya membelenggu manusia.
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi bahwa hal yang ada kesejalanan dengan
acuan filosofis strategi Pendidikan nasional bahwa pendidikan nasional perlu
memiliki karakteristik yang (a) mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan dan
peradaban; (b) mendukung dimenasi nilai keunggulan; (c) mengembangkan
nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan dan keagaman; (d) mengembangkan
secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan
ndai-niiai moral.[26]
Inti dari ajaran aliran filsafat ini adalah respek terhadap individu yang unik
pada setiap orang. Eksistensi mendahului essensi kita masing-masing. Kaum
eksistensi menolak filsafat-filsafat tradisional dan menolak eksistensi
keberadaan ihwal metafisika, epistimologi, dan etika. Setiap individu
menentukan untuk dirinya sendiri apa itu benar, salah, indah, jelek. Pendidikan
seyogyanya menekankan refleksi personal yang mendalam terhadap komitmen dan
pilihan sendiri. Manusia adalah essensi dirinya. Kaum eksistensialisme
menganjurkan bahwa pendidikan sebagai cars membentuk manusia secara utuh, bukan
hanya sebagai pembangun nalar.[27]
Menurut Power, Uyoh Sadulloh mengetriukakan implikasi
pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan adalah
mendorong individu mengembangkan potensi untuk pemenuhan diri.[28]
Dalam referensi lain pandangan eksistensialisme tentang teori pendidikan yaitu
tujuan pendidikan adalah siswa mengembangkan potensinya masing-masing untuk
mencari jati dirinya.[29]
Selain itu juga filsafat eksistensi dalam Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan kesadaran individu, memberi kesempatan untuk bebas memilih etika,
mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, dan
mengembangkan komitmen diri.[30]
Dari uraian di atas saya menyimpulkan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan
semua potensinya untuk pemenuhan diri serta mengembangkan kemampuan peserta
didik yang mencakup pengetahuan (kognitif) sikap, (efektif) keterampilan
(skill) perilaku hasil tindakan, serta pengalaman exploratis (pengalaman
lapangan). Sedangkan filsafat eksistensialisme merupakan suatu filsafat yang
mendesripsikan bahwa Individualisme adalah pilar central dalam filsafat ini.
Jadi implikasi pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan
adalah memberikan pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk
kehidupan dalam hal ini setiap individu mempunyai eksistensi untuk dirinya
supaya mengembangkan potensi dalam dirinya.